Cara Mengubah Benci jadi Memaafkan
Kata orang bijak : “Akar dari penderitaan adalah kemelekatan”
melekat pada seseorang
melekat pada masa lalu
melekat pada suatu kejadian
.
Ketika kamu bisa melepaskan, maka kamu akan merdeka.
.
coba perhatikan kejadian semacam ini :
"Bos di kantor bikin aku sebel banget". Kamu mungkin tidak suka perilaku bis, tapi apakah sebenarnya dia benar-benar mau membuat kamu marah? Bisa jadi bos berperilaku yang kamu tidak suka dan mungkin memengaruhi perasaan Anda, tetapi kan dia tidak memaksa kamu untuk jadi marah.
"Mama itu selalu mengkritik, dia gak sayang aku, aku jadi benci banget". Sebagai orang dewasa, apakah kamu lupa bagaimana orang tua kamu merawat kamu sejak kecil? Dan kini ketika kamu sudah dewasa punya tanggung jawab atas dirimu sendiri. Kamu punya banyak pilihan atas hidupmu. Dan kamu bisa memilih dengan tanggung jawab penuh.
dan banyak lagi lainnya...
.
Dalam setiap kejadian yang tidak berkenan seperti komentar negatif ataupun kritik, tunggu sebentar sebelum merespons. Sadari untuk tidak bersikap reaktif atau merasa kesal. Tahan dulu beberapa nafas, ambil jeda, tetap tenang. Ini beberapa tekniknya :
1. Tarik napas dalam-dalam. Ketika marah, tubuh kita akan merespon dengan nafas yang lebih cepat, dan detak jantung yang meningkat. Pelankan nafas, kendorkan dulu otot-otot yang menegang agar secara sadar kita bisa mengurangi respons fisiologis, yang kemudian dapat menurunkan tingkat emosional.
2. Maafkan diri kamu dari situasi tersebut. Semakin tinggi tingkat emosi, semakin tidak rasional pikiran kita bekerja. Coba mulai kenali tanda-tanda ketika marah : seperti gemetar atau tangan mencengkeram, dan secara sadari berhenti dan bisa saja katakan : "Maaf, saya tidak mau membicarakannya sekarang".
3. Alihkan perhatian Anda. Jangan mencoba mengatasi masalah ketika perasaan masih penuh dengan emosi. Alihkan perhatian, kegiatan dan energi yang lebih positif seperti olah raga, beribadah, berjalan kaki, ataupun membaca. Tenangkan diri, lepaskan pikiran dari hal yang mengganggu agar pikiran kita menjadi lebih rasional.
Cukup dengan mengingatkan diri sendiri bahwa kamu punya pilihan dalam segala hal yang kamu lakukan, pikirkan, dan rasakan. Jika selama ini kamu menghabiskan sebagian besar hidup sebagai korban dari keadaan, maka diperlukan kerja keras untuk menyadari bahwa kamu sendiri memiliki kekuatan untuk memiliki kehidupan yang ingin kamu jalani.
4. Coba cek apakah ini fakta atau asumsi. Mengapa saya mendapat feedback ini? Coba mundur beberapa langkah, kejadian apa yang membuat orang tersebut memberikan kritik itu? Lalu apakah kamu ingin mengubah sesuatu di masa depan?
Selalu ingat, bahwa tidak ada seseorang yang memaksa kamu untuk melakukan sesuatu. Kamu dengan sadar memilih untuk membuat perubahan karena kamu menginginkannya, bukan karena kamu harus melakukannya. Dan di setiap pilihan yang diambil kita juga sudah siap atas segala konseksensinya.
5. Ingat kebaikan orang tersebut. Terutama jika ini terkait orang-orang yang dekat. Pendapat satu orang tentang kamu belumlah selalu benar, dan kamu selalu punya pilihan untuk merespon dengan cara terhormat antara memilih tidak setuju tanpa perlu mencoba mengubah pikiran orang lain.
6. Lakukan kebaikan padanya atas rasa "keburukan" yang kamu alami. Pernah dengar istilah, jika orang lain memukul pipi kanan, maka berikan pipi kirimu. Wow.... ini makomnya sudah level tinggi. Memahami bahwa segala sesuatu kejadian adalah anugerah, keadilan, rahman, dan rahiim dari Allah Penguasa jagat raya.
Di Al-qur'an kita bisa menyimak tentang hal ini seperti : Surah Al-Mu’minun ayat 24 : Tolaklah keburukan (mereka) dengan (perbuatan) yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.
7. Gunakan teknik sedona. Coba cari di google atau youtube, nanti teknik simplenya akan ditulis disini...
https://www.annasahmad.com/2022/11/tahapan-perubahan-via-change-curve.html
.
.
Akhirnya, ketika kamu menyimpan dendam, perasaan marah, hal itu tidak akan mengurangi kehidupan orang lain malah sebaliknya rasa dendam, marah, benci dan iri akan mengganggu kualitas hidup kamu sendiri.
Ibarat seperti batu tajam yang kita bawa dan terus di genggam. Kamu tak mungkin bisa melepaskannya ketika kamu masih membawanya. Bahkan semakin kamu genggam, tanganmu sendiri yang akan semakin sakit.
Belajarlah untuk memaafkan,
Belajarlah untuk melepaskan,
Sehingga kamu dapat memiliki kendali atas dirimu sendiri jiwa, raga, emosi, fisik, dan spiritual.
Gabung dalam percakapan