Adakah produktif yang berbahaya?
Karena begitu maraknya orang ingin bekerja lebih lama, bekerja lebih keras, akhirnya produktivitas yang berlebihan juga mendapat sorotan dari sisi mental health.
Bahasa gaulnya : Toxic Productivity.
Kalau diterjemahkan bebas adalah produktivitas yang beracun. Emang seperti apa sih racunnya?
Banyak hal di dunia ini yang berlebihan bisa menjadi kurang baik, atau bahkan bisa berdampak buruk.
.
Contohnya : Terlalu banyak makan = Gendut = Mudah Sakit = Tidak baik
Jadi kalau mau balajar pola makan sehat cek di link ini.
.
Produktif sangat di gembor-gemborkan, kerja-kerja-kerja, tapi seperti apa sih produktivitas yang optimal hingga tidak sampai beracun itu?
Toxic Produktivity mengacu pada pola kerja ataupun pola pikir yang berlebihan sampai mengorbankan aspek-aspek lain dalam hidup : seperti keluarga, hubungan, kesehatan, spiritual sampai goal pribadi.
Pola pikir dan pola kerja ini bisa menjadikan "candu" sehingga memicu untuk terus-menerus bekerja hingga menyebabkan kelelahan fisik, perasaan cemas dan stress saat beristirahat atau tidak dapat mengelola pikiran dengan baik.
Tentu sebaliknya pun, cuma rebahan, ngibah sana sini, memunda pekerjaan penting bisa juga masuk kategori Tidak Produktif. Entah ini bisa disebut toxic juga gak ya.... hehehe....
.
Disinilah kita perlu latihan menetapkan batas antara pekerjaan dan kehidupan. Kalau kita explore konsep ikigai akan sangat menarik, karena melihat keseimbangan dari beberapa faktor : passion, kontribusi, skill, dan bagaimana kita juga mendapatkan kecukupan financial dari kegiatan tersebut.
Kita perlu mengexplorasi kegiatan-kegiatan mana yang sifatnya penting untuk kehidupan kita, sekaligus sadar, mana aktivitas yang tidak penting untuk kita lakukan. Sadar kapan mengambil posisi sebagai professional, menjadwalkan waktu untuk diri sendiri dan tetap menempatkan kesehatan sebagai prioritas.
.
Yuk kita explore 5 hal untuk menghindari Toxic Productivity :
1. Fokus pada yang penting (bukan hanya yang urgent)
Disini perlu waktu dan kesadaran untuk melihat ulang bagaimana kita menggunakan waktu kita. Saya pernah mencoba aplikasi aTimeLogger untuk melihat bagaimana saya menggunakan waktu. Berapa lama untuk bekerja, berapa lama untuk keluarga, untuk ibadah, untuk urusan personal (mandi, makan, dll), termasuk juga waktu tidur kita.
Ketika kita sudah tahu angka-angkanya, maka kita bisa membuat prioritas baru atas kehidupan kita agar lebih efektif dan efisien. Bisa coba masukkan ke Matriks Eisenhower untuk melihat kegiatan dalam 4 kategori :
- Urgent dan penting (lakukan segera)
- Tidak urgent tapi penting (pikirkan, putuskan, rencanakan)
- Urgent tapi tidak penting (delegasikan)
- Tidak urgent dan tidak penting (tinggalkan)
Ketika kita mulai menyadari ini, mulailah belajar untuk memastikan bahwa kamu sedang bertumbuh penuh arti bagi hidupmu, baik secara pribadi maupun profesional.
.
2. Melepaskan atribut profesional
Kita punya banyak sekali peran dalam kehidupan ini. Sebagai pimpinan di tempat kerja, sebagai anak dari orang tua kita, sebagai pasangan, sebagai orang tua dari anak-anak, bahkan sebagai Hamba Allah, dan bisa banyak lagi lainnya.
Kita perlu latihan untuk memisahkan atribut professional kita di tempat kerja bukanlah satu-satunya identitas diri kita. Pekerjaan kita bukanlah diri kita. Karir kita hanyalah salah satu bagian dari hidup kita. Jikalau kamu gagal dalam karir misalnya, itu tidak mencerminkan keseluruhan dari harga dirimu. Buatlah pembelajaran dan melihat dari berbagai sudut pandang.
.
3. Rencanakan waktu untuk tidak melakukan apa-apa
Kemaren di sesi Mas Aji dapet insight menarik tentang fokus dan diffuse. Walau dalam konteks untuk belajar, rasanya dalam bekerja kita juga perlu fokus dan sesekali perlu juga untuk diffuse. Apa itu diffuse, kalau saya pribadi lebih menganggapnya sebagai "melamun". Atau semacam melepaskan diri dari aktivitas rutin, bahkan untuk tidak melakukan apa-apa.
Misalkan jalan kaki tanpa memikirkan tentang pekerjaan, tidak usah sambil mendengarkan podcast. Bisa juga atur waktu setiap hari untuk duduk dan "ngobrol" dengan diri sendiri, tanpa gangguan atau kewajiban apapun.
Ini dapat membantumu untuk rileks, santai, mengisi ulang energi, dan mendapatkan perspektif atas apa yang sebenarnya penting dalam hidupmu.
Ini juga memungkinkan kamu untuk sadar atas diri sendiri serta kesehatan baik fisik, mental dan jiwa.
.
4. Tetapkan batasan
Latihlah untuk menolak permintaan yang tidak penting atau urgent. Lindungi waktu dan energi kamu untuk hal-hal yang sebenarnya penting. Bisa jadi juga berarti menetapkan batasan pada saat kamu bekerja atau liburan.
Kamu bisa juga mematikan notifikasi ataupun distraksi yang banyak muncul di handphone. Coba unsubscribe juga email yang tidak pernah kamu buka. Dengan menetapkan batasan yang jelas, kamu dapat menghindari terjebak dalam perasaan harus selalu siap kerja kapanpun dimanapun.
.
5. Prioritaskan kesehatan diri
Terakhir tapi tidak kalah penting, kesehatan diri sangat penting dalam mengatasi toxic produktivity.
Kita perlu merawat kesehatan fisik, emosional, dan mental kamu. Ini termasuk hal-hal seperti mendapatkan cukup tidur, makan dan minum yang sehat, berolahraga secara teratur, dan menjalankan hobi yang kamu suka.
Coba cek foodketo.com untuk mencoba pola rendah karbo.
Sadar akan kesehatan mental dengan mengenali hal-hal mana yang menyebabkan kamu stress atau cemas. Dan berusaha mengelolanya dengan lebih baik. Dengan memprioritaskan kesehatan diri, kamu dapat memastikan bahwa kamu memiliki energi dan fokus yang diperlukan untuk produktif dalam cara yang sehat dan jangka panjang.
.
Intinya, kelola produktivitas dengan optimal. Tidak terlalu rendah, sehingga kita tidak berkembang, tidak juga terlalu over sehingga bisa menjadi masalah serius yang dapat mempengaruhi hidupmu dalam banyak hal.
Kenali dengan menetapkan nilai cukup, mengenali diri lebih baik lagi (passion dan skill), serta berani mengambil langkah-langkah konkret untuk menjalankan hidup untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik antara pekerjaan dan keseluruhan bagian dari hidup.
Cek juga materi tentang life wheel :
https://www.annasahmad.com/2022/12/evaluasi-diri-mu-sendiri.html
Gabung dalam percakapan